.

Ramalan Joyoboyo dan Sejarahnya

Ramalan Jayabaya adalah ramalan dalam tradisi Jawa yang salah satunya dipercaya ditulis oleh Jayabaya, raja Kerajaan Kadiri. Ramalan ini dikenal pada khususnya di kalangan masyarakat Jawa. Namun studi akademis yang dilakukan oleh banyak sarjana, akhirnya menemukan bahwa Ramalan Jayabaya ini bukanlah karya raja Jayabaya.

Asal-usul

Dari berbagai sumber dan keterangan yang ada mengenai Ramalan Jayabaya, maka pada umumnya para sarjana sepakat bahwa sumber ramalan ini sebenarnya hanya satu, yakni Kitab Asrar (Musarar) karangan Sunan Giri Perapan (Sunan Giri ke-3) yang kumpulkannya pada tahun Saka 1540 = 1028 H = 1618 M, hanya selisih 5 tahun dengan selesainya kitab Pararaton tentang sejarah Majapahit dan Singosari yang ditulis di pulau Bali 1535 Saka atau 1613 M. Jadi penulisan sumber ini sudah sejak jamannya Sultan Agung dari Mataram bertahta (1613-1645 M).

Kitab Jangka Jayabaya pertama dan dipandang asli, adalah dari buah karya Pangeran Wijil I dari Kadilangu (sebutannya Pangeran Kadilangu II) yang dikarangnya pada tahun 1666-1668 Jawa = 1741-1743 M. Sang Pujangga ini memang seorang pangeran yang bebas. Mempunyai hak merdeka, yang artinya punya kekuasaan wilayah "Perdikan" yang berkedudukan di Kadilangu, dekat Demak! Memang beliau keturunan Sunan Kalijaga, sehingga logis bila beliau dapat mengetahui sejarah leluhurnya dari dekat, terutama tentang riwayat masuknya Sang Brawijaya terakhir (ke-5) mengikuti agama baru, Islam, sebagai pertemuan segitiga antara Sunan Kalijaga, Brawijaya ke-V dan Penasehat Sang Baginda benama Sabda Palon dan Nayagenggong.

Disamping itu beliau menjabat sebagai Kepala Jawatan Pujangga Keraton Kartasura tatkala jamannya Sri Paku Buwana II (1727-1749). Hasil karya sang Pangeran ini berupa buku-buku misalnya, Babad Pajajaran, Babad Majapahit, Babad Demak, Babad Pajang, Babad Mataram, Raja Kapa-kapa, Sejarah Empu, dll. Tatkala Sri Paku Buwana I naik tahta (1704-1719) yang penobatannya di Semarang, Gubernur Jenderalnya benama van Outhoorn yang memerintah pada tahun 1691-1704. Kemudian diganti G.G van Hoorn (1705-1706), Pangerannya Sang Pujangga yang pada waktu masih muda. Didatangkan pula di Semarang sebagai Penghulu yang memberi Restu untuk kejayaan Keraton pada tahun 1629 Jawa = 1705 M, yang disaksikan GG. Van Hoorn.

Ketika keraton Kartasura akan dipindahkan ke desa Sala, sang Pujangga diminta pandapatnya oleh Sri Paku Buwana II. Ia kemudian diserahi tugas dan kewajiban sebagai peneliti untuk menyelidiki keadaan tanah di desa Sala, yang terpilih untuk mendirikan keraton yang akan didirikan tahun 1669 Jawa (1744 M).

Sang Pujangga wafat pada hari Senin Pon, 7 Maulud Tahun Be Jam'iah 1672 Jawa 1747 M, yang pada jamannya Sri Paku Buwono 11 di Surakarta. Kedudukannya sebagai Pangeran Merdeka diganti oleh puteranya sendiri yakni Pangeran Soemekar, lalu berganti nama Pangeran Wijil II di Kadilangu (Pangeran Kadilangu III), sedangkan kedudukannya sebagai pujangga keraton Surakarta diganti oleh Ngabehi Yasadipura I, pada hari Kemis Legi,10 Maulud Tahun Be 1672 Jawa = 1747 M.


Analisa

Jangka Jayabaya yang kita kenal sekarang ini adalah gubahan dari Kitab Musarar, yang sebenarnya untuk menyebut "Kitab Asrar" Karangan Sunan Giri ke-3 tersebut. Selanjutnya para pujangga dibelakang juga menyebut nama baru itu.

Kitab Asrar itu memuat lkhtisar (ringkasan) riwayat negara Jawa, yaitu gambaran gilir bergantinya negara sejak jaman purbakala hingga jatuhnya Majapahit lalu diganti dengan Ratu Hakikat ialah sebuah kerajaan Silam pertama di Jawa yang disebut sebagai ”Giri Kedatan". Giri Kedatan ini nampaknya Merupakan jaman peralihan kekuasaan Islam pertama di Jawa yang berlangsung antara 1478-1481 M, yakni sebelum Raden Patah dinobatkan sebagai Sultan di Demak oleh para Wali pada 1481 M. Namun demikian adanya keraton Islam di Giri ini masih bersifat ”Hakikat” dan diteruskan juga sampai jaman Sunan Giri ke-3.

Sejak Sunan Giri ke-3 ini praktis kekuasaannya berakhir karena penaklukkan yang dilakukan oleh Sultan Agung dari Mataram; Sejak Raden Patah naik tahta (1481) Sunan Ratu dari Giri Kedatan ini lalu turun tahta kerajaan, diganti oleh Ratu seluruh jajatah, ialah Sultan di Demak, Raden Patah. Jadi keraton di Giri ini kira-kira berdiri antara 1478-1481 M atau lebih lama lagi, yakni sejak Sunan Giri pertama mendirikannya atau mungkin sudah sejak Maulana Malik Ibrahim yang wafat pada tahun 1419 M (882 H). Setelah kesultanan Demak jatuh pada masa Sultan Trenggono, lalu tahta kerajaan jatuh ke tangan raja yang mendapat julukan sebagai "Ratu Bobodo") ialah Sultan Pajang. Disebut demikian karena pengaruh kalangan Ki Ageng yang berorientasi setengah Budha/Hindu dan setengah Islam di bawah pengaruh kebatinan Siti Jenar, yang juga hendak di basmi pengaruhnya sejak para Wali masih hidup.

Setelah Kerajaan ini jatuh pula, lalu di ganti oleh penguasa baru yakni, Ratu Sundarowang ialah Mataram bertahta dengan gelar Prabu Hanyokro Kusumo (Sultan Agung) yang berkuasa di seluruh Jawa dan Madura. Di kelak kemudian hari (ditinjau, dari sudut alam pikiran Sri Sultan Agung dari Mataram ini) akan muncullah seorang raja bertahta di wilayah kerajaan Sundarowang ini ialah seorang raja Waliyullah yang bergelar Sang Prabu Herucakra yang berkuasa di seluruh Jawa-Madura, Patani dan Sriwijaya.

Wasiat Sultan Agung itu mengandung kalimat ramalan, bahwa kelak sesudah beliau turun dari tahta, kerajaan besar ini akan pulih kembali kewibawaannya, justru nanti dijaman jauh sesudah Sultan Agung wafat. Ini berarti raja-raja pengganti beliau dinilai (secara pandangan batin) sebagai raja-raja yang tidak bebas merdeka lagi. Bisa kita maklumi, karena pada tahun-tahun berikutnya praktis Mataram sudah menjadi negara boneka VOC yang menjadi musuh Sultan Agung (ingat perang Sultan Agung dengan VOC tahun 1628 & 1629 yang diluruk ke Jakarta/ Batavia oleh Sultan Agung).

Oleh Pujangga, Kitab Asrar digubah dan dibentuk lagi dengan pendirian dan cara yang lain, yakni dengan jalan mengambil pokok/permulaan cerita Raja Jayabaya dari Kediri. Nama mana diketahui dari Kakawin Bharatayudha, yang dikarang oleh Mpu Sedah pada tahun 1079 Saka = 1157 M atas titah Sri Jayabaya di Daha/ Kediri. Setelah mendapat pathokan/data baru, raja Jayabaya yang memang dikenal masyarakat sebagai pandai meramal, sang pujangga (Pangeran Wijil) lalu membuat karangan berjudul "JANGKA JAYABAYA" dengan ini yang dipadukan antara sumber Serat Bharatayudha dengan kitab Asrar serta gambaran pertumbuhan negara-negara dikarangnya sebelumnya dalam bentuk babad.

Lalu dari hasil, penelitiannya dicarikan Inti sarinya dan diorbitkan dalam bentuk karya-karya baru dengan harapan dapat menjadi sumber semangat perjuangan bagi generasi anak cucu di kemudian hari.

Cita-cita yang pujangga yang dilukiskan sebagai jaman keemasan itu, jelas bersumber semangat dari gambaran batin Sultan Agung. Jika kita teliti secara kronologi, sekarang ternyata menunjukan gambaran sebuah negara besar yang berdaulat penuh yang kini benama "REPUBLIK INDONESIA"!. Kedua sumber yang diperpadukan itu ternyata senantiasa mengilhami para pujangga yang hidup diabad-abad kemudian, terutama pujangga terkenal R.Ng., cucu buyut pujangga Yasadipura I pengganti Pangeran Wijil I.

Jangka Jayabaya dari Kitab Asrar ini sungguh diperhatikan benar-benar oleh para pujangga di Surakarta dalam abad 18/19 M dan sudah terang Merupakan sumber perpustakaan dan kebudayaan Jawa baru. Hal ini ternyata dengan munculnya karangan-karangan baru, Kitab Asrar/Musarar dan Jayabaya yang hanya bersifat ramalan belaka. Sehingga setelah itu tumbuh bermacam-macam versi teristimewa karangan baru Serat Jayabaya yang bersifat hakikat bercampur jangka atau ramalan, akan tetapi dengan ujaran yang dihubungkan dengan lingkungan historisnya satu sama lain sehingga merupakan tambahan riwayat buat negeri ini.

Semua itu telah berasal dari satu sumber benih, yakni Kitab Asrar karya Sunan Giri ke-3 dan Jangka Jayabaya gubahan dari kitab Asrar tadi, plus serat Mahabarata karangan Mpu Sedah & Panuluh. Dengan demikian, Jangka Jayabaya ini merupakan karya Pangeran Wijil I pada tahun 1675 Jawa (1749 M) bersama dengan gubahannya yang berbentuk puisi, yakni Kitab Musarar.Dengan begitu menjadi jelaslah apa yang kita baca sekarang ini.


ISI RAMALAN

   1. Besuk yen wis ana kreta tanpa jaran --- Kelak jika sudah ada kereta tanpa kuda.
   2. Tanah Jawa kalungan wesi --- Pulau Jawa berkalung besi.
   3. Prahu mlaku ing dhuwur awang-awang --- Perahu berjalan di angkasa.
   4. Kali ilang kedhunge --- Sungai kehilangan mata air.
   5. Pasar ilang kumandhang --- Pasar kehilangan suara.
   6. Iku tandha yen tekane zaman Jayabaya wis cedhak --- Itulah pertanda zaman Jayabaya telah mendekat.
   7. Bumi saya suwe saya mengkeret --- Bumi semakin lama semakin mengerut.
   8. Sekilan bumi dipajeki --- Sejengkal tanah dikenai pajak.
   9. Jaran doyan mangan sambel --- Kuda suka makan sambal.
  10. Wong wadon nganggo pakeyan lanang --- Orang perempuan berpakaian lelaki.
  11. Iku tandhane yen wong bakal nemoni wolak-waliking zaman--- Itu pertanda orang akan mengalami zaman berbolak-balik
  12. Akeh janji ora ditetepi --- Banyak janji tidak ditepati.
  13. keh wong wani nglanggar sumpahe dhewe--- Banyak orang berani melanggar sumpah sendiri.
  14. Manungsa padha seneng nyalah--- Orang-orang saling lempar kesalahan.
  15. Ora ngendahake hukum Hyang Widhi--- Tak peduli akan hukum Hyang Widhi.
  16. Barang jahat diangkat-angkat--- Yang jahat dijunjung-junjung.
  17. Barang suci dibenci--- Yang suci (justru) dibenci.
  18. Akeh manungsa mung ngutamakke dhuwit--- Banyak orang hanya mementingkan uang.
  19. Lali kamanungsan--- Lupa jati kemanusiaan.
  20. Lali kabecikan--- Lupa hikmah kebaikan.
  21. Lali sanak lali kadang--- Lupa sanak lupa saudara.
  22. Akeh bapa lali anak--- Banyak ayah lupa anak.
  23. Akeh anak wani nglawan ibu--- Banyak anak berani melawan ibu.
  24. Nantang bapa--- Menantang ayah.
  25. Sedulur padha cidra--- Saudara dan saudara saling khianat.
  26. Kulawarga padha curiga--- Keluarga saling curiga.
  27. Kanca dadi mungsuh --- Kawan menjadi lawan.
  28. Akeh manungsa lali asale --- Banyak orang lupa asal-usul.
  29. Ukuman Ratu ora adil --- Hukuman Raja tidak adil
  30. Akeh pangkat sing jahat lan ganjil--- Banyak pejabat jahat dan ganjil
  31. Akeh kelakuan sing ganjil --- Banyak ulah-tabiat ganjil
  32. Wong apik-apik padha kapencil --- Orang yang baik justru tersisih.
  33. Akeh wong nyambut gawe apik-apik padha krasa isin --- Banyak orang kerja halal justru merasa malu.
  34. Luwih utama ngapusi --- Lebih mengutamakan menipu.
  35. Wegah nyambut gawe --- Malas untuk bekerja.
  36. Kepingin urip mewah --- Inginnya hidup mewah.
  37. Ngumbar nafsu angkara murka, nggedhekake duraka --- Melepas nafsu angkara murka, memupuk durhaka.
  38. Wong bener thenger-thenger --- Orang (yang) benar termangu-mangu.
  39. Wong salah bungah --- Orang (yang) salah gembira ria.
  40. Wong apik ditampik-tampik--- Orang (yang) baik ditolak ditampik (diping-pong).
  41. Wong jahat munggah pangkat--- Orang (yang) jahat naik pangkat.
  42. Wong agung kasinggung--- Orang (yang) mulia dilecehkan
  43. Wong ala kapuja--- Orang (yang) jahat dipuji-puji.
  44. Wong wadon ilang kawirangane--- perempuan hilang malu.
  45. Wong lanang ilang kaprawirane--- Laki-laki hilang perwira/kejantanan
  46. Akeh wong lanang ora duwe bojo--- Banyak laki-laki tak mau beristri.
  47. Akeh wong wadon ora setya marang bojone--- Banyak perempuan ingkar pada suami.
  48. Akeh ibu padha ngedol anake--- Banyak ibu menjual anak.
  49. Akeh wong wadon ngedol awake--- Banyak perempuan menjual diri.
  50. Akeh wong ijol bebojo--- Banyak orang tukar istri/suami.
  51. Wong wadon nunggang jaran--- Perempuan menunggang kuda.
  52. Wong lanang linggih plangki--- Laki-laki naik tandu.
  53. Randha seuang loro--- Dua janda harga seuang (Red.: seuang = 8,5 sen).
  54. Prawan seaga lima--- Lima perawan lima picis.
  55. Dhudha pincang laku sembilan uang--- Duda pincang laku sembilan uang.
  56. Akeh wong ngedol ngelmu--- Banyak orang berdagang ilmu.
  57. Akeh wong ngaku-aku--- Banyak orang mengaku diri.
  58. Njabane putih njerone dhadhu--- Di luar putih di dalam jingga.
  59. Ngakune suci, nanging sucine palsu--- Mengaku suci, tapi palsu belaka.
  60. Akeh bujuk akeh lojo--- Banyak tipu banyak muslihat.
  61. Akeh udan salah mangsa--- Banyak hujan salah musim.
  62. Akeh prawan tuwa--- Banyak perawan tua.
  63. Akeh randha nglairake anak--- Banyak janda melahirkan bayi.
  64. Akeh jabang bayi lahir nggoleki bapakne--- Banyak anak lahir mencari bapaknya.
  65. Agama akeh sing nantang--- Agama banyak ditentang.
  66. Prikamanungsan saya ilang--- Perikemanusiaan semakin hilang.
  67. Omah suci dibenci--- Rumah suci dijauhi.
  68. Omah ala saya dipuja--- Rumah maksiat makin dipuja.
  69. Wong wadon lacur ing ngendi-endi--- Perempuan lacur dimana-mana.
  70. Akeh laknat--- Banyak kutukan
  71. Akeh pengkianat--- Banyak pengkhianat.
  72. Anak mangan bapak---Anak makan bapak.
  73. Sedulur mangan sedulur---Saudara makan saudara.
  74. Kanca dadi mungsuh---Kawan menjadi lawan.
  75. Guru disatru---Guru dimusuhi.
  76. Tangga padha curiga---Tetangga saling curiga.
  77. Kana-kene saya angkara murka --- Angkara murka semakin menjadi-jadi.
  78. Sing weruh kebubuhan---Barangsiapa tahu terkena beban.
  79. Sing ora weruh ketutuh---Sedang yang tak tahu disalahkan.
  80. Besuk yen ana peperangan---Kelak jika terjadi perang.
  81. Teka saka wetan, kulon, kidul lan lor---Datang dari timur, barat, selatan, dan utara.
  82. Akeh wong becik saya sengsara--- Banyak orang baik makin sengsara.
  83. Wong jahat saya seneng--- Sedang yang jahat makin bahagia.
  84. Wektu iku akeh dhandhang diunekake kuntul--- Ketika itu burung gagak dibilang bangau.
  85. Wong salah dianggep bener---Orang salah dipandang benar.
  86. Pengkhianat nikmat---Pengkhianat nikmat.
  87. Durjana saya sempurna--- Durjana semakin sempurna.
  88. Wong jahat munggah pangkat--- Orang jahat naik pangkat.
  89. Wong lugu kebelenggu--- Orang yang lugu dibelenggu.
  90. Wong mulya dikunjara--- Orang yang mulia dipenjara.
  91. Sing curang garang--- Yang curang berkuasa.
  92. Sing jujur kojur--- Yang jujur sengsara.
  93. Pedagang akeh sing keplarang--- Pedagang banyak yang tenggelam.
  94. Wong main akeh sing ndadi---Penjudi banyak merajalela.
  95. Akeh barang haram---Banyak barang haram.
  96. Akeh anak haram---Banyak anak haram.
  97. Wong wadon nglamar wong lanang---Perempuan melamar laki-laki.
  98. Wong lanang ngasorake drajate dhewe---Laki-laki memperhina derajat sendiri.
  99. Akeh barang-barang mlebu luang---Banyak barang terbuang-buang.
 100. Akeh wong kaliren lan wuda---Banyak orang lapar dan telanjang.
 101. Wong tuku ngglenik sing dodol---Pembeli membujuk penjual.
 102. Sing dodol akal okol---Si penjual bermain siasat.
 103. Wong golek pangan kaya gabah diinteri---Mencari rizki ibarat gabah ditampi.
 104. Sing kebat kliwat---Yang tangkas lepas.
 105. Sing telah sambat---Yang terlanjur menggerutu.
 106. Sing gedhe kesasar---Yang besar tersasar.
 107. Sing cilik kepleset---Yang kecil terpeleset.
 108. Sing anggak ketunggak---Yang congkak terbentur.
 109. Sing wedi mati---Yang takut mati.
 110. Sing nekat mbrekat---Yang nekat mendapat berkat.
 111. Sing jerih ketindhih---Yang hati kecil tertindih
 112. Sing ngawur makmur---Yang ngawur makmur
 113. Sing ngati-ati ngrintih---Yang berhati-hati merintih.
 114. Sing ngedan keduman---Yang main gila menerima bagian.
 115. Sing waras nggagas---Yang sehat pikiran berpikir.
 116. Wong tani ditaleni---Orang (yang) bertani diikat.
 117. Wong dora ura-ura---Orang (yang) bohong berdendang.
 118. Ratu ora netepi janji, musna panguwasane---Raja ingkar janji, hilang wibawanya.
 119. Bupati dadi rakyat---Pegawai tinggi menjadi rakyat.
 120. Wong cilik dadi priyayi---Rakyat kecil jadi priyayi.
 121. Sing mendele dadi gedhe---Yang curang jadi besar.
 122. Sing jujur kojur---Yang jujur celaka.
 123. Akeh omah ing ndhuwur jaran---Banyak rumah di punggung kuda.
 124. Wong mangan wong---Orang makan sesamanya.
 125. Anak lali bapak---Anak lupa bapa.
 126. Wong tuwa lali tuwane---Orang tua lupa ketuaan mereka.
 127. Pedagang adol barang saya laris---Jualan pedagang semakin laris.
 128. Bandhane saya ludhes---Namun harta mereka makin habis.
 129. Akeh wong mati kaliren ing sisihe pangan---Banyak orang mati lapar di samping makanan.
 130. Akeh wong nyekel bandha nanging uripe sangsara---Banyak orang berharta tapi hidup sengsara.
 131. Sing edan bisa dandan---Yang gila bisa bersolek.
 132. Sing bengkong bisa nggalang gedhong---Si bengkok membangun mahligai.
 133. Wong waras lan adil uripe nggrantes lan kepencil---Yang waras dan adil hidup merana dan tersisih.
 134. Ana peperangan ing njero---Terjadi perang di dalam.
 135. Timbul amarga para pangkat akeh sing padha salah paham---Terjadi karena para pembesar banyak salah faham.
 136. Durjana saya ngambra-ambra---Kejahatan makin merajalela.
 137. Penjahat saya tambah---Penjahat makin banyak.
 138. Wong apik saya sengsara---Yang baik makin sengsara.
 139. Akeh wong mati jalaran saka peperangan---Banyak orang mati karena perang.
 140. Kebingungan lan kobongan---Karena bingung dan kebakaran.
 141. Wong bener saya thenger-thenger---Si benar makin tertegun.
 142. Wong salah saya bungah-bungah---Si salah makin sorak sorai.
 143. Akeh bandha musna ora karuan lungane---Banyak harta hilang entah ke mana
 144. Akeh pangkat lan drajat pada minggat ora karuan sababe---Banyak pangkat dan derajat lenyap entah mengapa.
 145. Akeh barang-barang haram, akeh bocah haram---Banyak barang haram, banyak anak haram.
 146. Bejane sing lali, bejane sing eling---Beruntunglah si lupa, beruntunglah si sadar.
 147. Nanging sauntung-untunge sing lali---Tapi betapapun beruntung si lupa.
 148. Isih untung sing waspada---Masih lebih beruntung si waspada.
 149. Angkara murka saya ndadi---Angkara murka semakin menjadi.
 150. Kana-kene saya bingung---Di sana-sini makin bingung.
 151. Pedagang akeh alangane---Pedagang banyak rintangan.
 152. Akeh buruh nantang juragan---Banyak buruh melawan majikan.
 153. Juragan dadi umpan---Majikan menjadi umpan.
 154. Sing suwarane seru oleh pengaruh---Yang bersuara tinggi mendapat pengaruh.
 155. Wong pinter diingar-ingar---Si pandai direcoki.
 156. Wong ala diuja---Si jahat dimanjakan.
 157. Wong ngerti mangan ati---Orang yang mengerti makan hati.
 158. Bandha dadi memala---Hartabenda menjadi penyakit
 159. Pangkat dadi pemikat---Pangkat menjadi pemukau.
 160. Sing sawenang-wenang rumangsa menang --- Yang sewenang-wenang merasa menang
 161. Sing ngalah rumangsa kabeh salah---Yang mengalah merasa serba salah.
 162. Ana Bupati saka wong sing asor imane---Ada raja berasal orang beriman rendah.
 163. Patihe kepala judhi---Maha menterinya benggol judi.
 164. Wong sing atine suci dibenci---Yang berhati suci dibenci.
 165. Wong sing jahat lan pinter jilat saya derajat---Yang jahat dan pandai menjilat makin kuasa.
 166. Pemerasan saya ndadra---Pemerasan merajalela.
 167. Maling lungguh wetenge mblenduk --- Pencuri duduk berperut gendut.
 168. Pitik angrem saduwure pikulan---Ayam mengeram di atas pikulan.
 169. Maling wani nantang sing duwe omah---Pencuri menantang si empunya rumah.
 170. Begal pada ndhugal---Penyamun semakin kurang ajar.
 171. Rampok padha keplok-keplok---Perampok semua bersorak-sorai.
 172. Wong momong mitenah sing diemong---Si pengasuh memfitnah yang diasuh
 173. Wong jaga nyolong sing dijaga---Si penjaga mencuri yang dijaga.
 174. Wong njamin njaluk dijamin---Si penjamin minta dijamin.
 175. Akeh wong mendem donga---Banyak orang mabuk doa.
 176. Kana-kene rebutan unggul---Di mana-mana berebut menang.
 177. Angkara murka ngombro-ombro---Angkara murka menjadi-jadi.
 178. Agama ditantang---Agama ditantang.
 179. Akeh wong angkara murka---Banyak orang angkara murka.
 180. Nggedhekake duraka---Membesar-besarkan durhaka.
 181. Ukum agama dilanggar---Hukum agama dilanggar.
 182. Prikamanungsan di-iles-iles---Perikemanusiaan diinjak-injak.
 183. Kasusilan ditinggal---Tata susila diabaikan.
 184. Akeh wong edan, jahat lan kelangan akal budi---Banyak orang gila, jahat dan hilang akal budi.
 185. Wong cilik akeh sing kepencil---Rakyat kecil banyak tersingkir.
 186. Amarga dadi korbane si jahat sing jajil---Karena menjadi kurban si jahat si laknat.
 187. Banjur ana Ratu duwe pengaruh lan duwe prajurit---Lalu datang Raja berpengaruh dan berprajurit.
 188. Lan duwe prajurit---Dan punya prajurit.
 189. Negarane ambane saprawolon---Lebar negeri seperdelapan dunia.
 190. Tukang mangan suap saya ndadra---Pemakan suap semakin merajalela.
 191. Wong jahat ditampa---Orang jahat diterima.
 192. Wong suci dibenci---Orang suci dibenci.
 193. Timah dianggep perak---Timah dianggap perak.
 194. Emas diarani tembaga---Emas dibilang tembaga
 195. Dandang dikandakake kuntul---Gagak disebut bangau.
 196. Wong dosa sentosa---Orang berdosa sentosa.
 197. Wong cilik disalahake---Rakyat jelata dipersalahkan.
 198. Wong nganggur kesungkur---Si penganggur tersungkur.
 199. Wong sregep krungkep---Si tekun terjerembab.
 200. Wong nyengit kesengit---Orang busuk hati dibenci.
 201. Buruh mangluh---Buruh menangis.
 202. Wong sugih krasa wedi---Orang kaya ketakutan.
 203. Wong wedi dadi priyayi---Orang takut jadi priyayi.
 204. Senenge wong jahat---Berbahagialah si jahat.
 205. Susahe wong cilik---Bersusahlah rakyat kecil.
 206. Akeh wong dakwa dinakwa---Banyak orang saling tuduh.
 207. Tindake manungsa saya kuciwa---Ulah manusia semakin tercela.
 208. Ratu karo Ratu pada rembugan negara endi sing dipilih lan disenengi---Para raja berunding negeri mana yang dipilih dan disukai.
 209. Wong Jawa kari separo---Orang Jawa tinggal setengah.
 210. Landa-Cina kari sejodho --- Belanda-Cina tinggal sepasang.
 211. Akeh wong ijir, akeh wong cethil---Banyak orang kikir, banyak orang bakhil.
 212. Sing eman ora keduman---Si hemat tidak mendapat bagian.
 213. Sing keduman ora eman---Yang mendapat bagian tidak berhemat.
 214. Akeh wong mbambung---Banyak orang berulah dungu.
 215. Akeh wong limbung---Banyak orang limbung.
 216. Selot-selote mbesuk wolak-waliking zaman teka---Lambat-laun datanglah kelak terbaliknya zaman.

Lihat sumber disini

Formulir Kontak

Name

Email *

Message *