.

Kumpulkan Sejarah Semarang dengan Fotografi

Jongkie Tio

HOBI mengumpulkan sejarah hubungan Kota Semarang pada masa lalu dan zaman penjajahan Belanda melalui fotografi dan wawancara dengan para sesepuh telah digeluti lelaki kelahiran Semarang 19 April 1941 bernama Jongkie Tio.

Hobi yang ditekuni sejak duduk di bangku SMP Chung Hwa Hui School (sekarang Sekolah Karangturi) itu pun telah membuahkan beberapa karya. 

Buku pertamanya “Semarang, Selinas Pandang” diterbitkan pada 1993. Buku tersebut memuat tentang 100 koleksi foto-foto dari Kota Semarang di masa lalu. Buku keduanya “Kota Semarang dalam Kenangan”, diterbitkan pada 2002 dan telah dicetak sebanyak 140 halaman yang berisi 287 foto-foto peristiwa dan bangunan tua bersejarah.
Selain itu, buku garapannya “Semarang City: A Glance into the Past” yang merupakan edisi ketiga dan berbahasa Inggris terbit pada 2007. Saat ini, Jongkie juga tengah menggarap “Semarang City: A Glance into the Past” edisi keempat. 

‘’Besarnya sebuah kota, tentu berawal dari sejarah. Heritage itu perlu ada, karena akan menjadi peninggalan dan mengenalkan sejarah kepada generasi muda. Saya sedang mengabadikan pembongkaran Pasar Bulu. Sejarah tentang pasar itu juga masih dalam penelusuran saya,’’ tuturnya, saat ditemui di restoran miliknya, Semarang International Family & Garden di Jalan Gadjah Mada.

Saksi Bisu

Mendengar cerita dari berbagai sumber, bagi Jongkie, telah membuat dirinya semakin tahu dan cinta terhadap Kota Semarang. Begitu juga akan foto-foto yang menjadi koleksinya sampai sekarang, yang didapatkan dari hasil bidikannya sendiri, majalah, koran, teman, dan para kolektor. 
Untuk mendapatkan sebuah foto yang diinginkan, tak jarang lelaki yang pada 1983 meraih penghargaan Adinegoro II bidang humanisme itu merogoh kocek yang cukup banyak.

Kamera Rolleiflex yang dia miliki saat itu, juga telah menjadi saksi bisu ketika tengah mengabadikan beberapa peristiwa. Dia juga pernah dikejar-kejar oleh warga yang tidak suka dengan kedatangannya pada era Orde Baru.
‘’Saya memiliki obsesi bisa mengumpulkan dokumentasi setiap peristiwa melalui foto. Karena, foto tidak hanya bicara akan suatu masa, tetapi juga identitas,’’ ungkap suami dari Puspawati Budi Handoyo yang lahir dari pasangan Tio Liong Hwie dan Goh Lies Nio itu.

Tak hanya sejarah, melestarikan dan mengangkat kembali makanan khas Kota Semarang yang nyaris punah ditelan jaman pun dilakukannya dengan membuka restoran pada 1985. 
Semarang International Family & Garden di jalan Gadjahmada yang ia kelola itu, selain menyajikan aneka masakan khas dan jajan pasar khas Semarang tempo doeloe sebagai salah satu menu utamanya, juga menyajikan cantonese chinese food dan steak house. Setiap Kamis malam, kesenian musik keroncong juga menjadi hiburan rutin yang digelar di restoran itu.

‘’Budaya dan kuliner, sebuah korelasi yang tak terpisahkan dalam sejarah. Karena itulah, pada saat pembukaan restoran melalui festival kuliner, saya mendapatkan penghargaan budaya dan kuliner dari Midden Java Reunie (MJR) pada 1986 dari Belanda,’’ papar kakek dari tujuh cucu yang masih tetap hobi hunting foto sampai saat ini.[suaramerdeka]

Formulir Kontak

Name

Email *

Message *