Lambang Planologi Undip
Sejarah Planologi Undip
Terdapat suatu proses perubahan yang
membedakan dua dekade terakhir ini dengan periode sebelumnya, baik dalam
konteks global maupun nasional. Proses perubahan tersebut adalah berkembang
pesatnya laju urbanisasi. Secara global sebagaimana diprediksi oleh PBB, jumlah
penduduk perkotaan pada tahun 2025 akan mencakup kurang lebih 60% dari populasi
dunia. Berbeda dengan kecenderungan yang terjadi sebelumnya, ketika ledakan
pertumbuhan perkotaan terjadi di negara-negara maju, perkembangan perkotaan
abad ke-21 ini akan lebih banyak terjadi di negara-negara sedang berkembang.
Dalam dua dasawarsa ke depan, diperkirakan jumlah penduduk perkotaan di
negara-negara sedang berkembang akan mencapai angka 50-60% dari total
populasinya. Untuk Indonesia sendiri, diperkirakan oleh Bappenas, jumlah
penduduk perkotaan akan meningkat dengan laju 4% per tahun, sehingga pada tahun
2020 jumlah populasi penduduk perkotaan akan mencapai 60% dari penduduk
Indonesia.
Perkembangan penduduk perkotaan
membawa implikasi meningkatnya kebutuhan perumahan, prasarana dan fasilitas
perkotaan. Ini akan menjadi masalah karena pada kondisi sekarang saja, tingkat
penyediaan prasarana dan fasilitas perkotaan tersebut masih tidak sebanding
dengan permintaan yang ada. Sebagai akibatnya, adanya kelangkaan tersebut
berakibat kepada munculnya permasalahan dalam aspek sosial dan ekonomi.
Munculnya kawasan-kawasan kumuh dan meningkatnya jumlah penduduk miskin di kota
(urban
poverty) adalah salah satu konsekuensi dari ketidakseimbangan tersebut. Sementara
permasalahan-permasalahan tersebut belum mendapatkan jawaban pemecahannya,
terdapat kecederungan lain dari sisi pengelolaan pembangunan pada skala kota
dan wilayah. Keterbatasan pemerintah dalam pembangunan perkotaan dan wilayah
telah mendorong munculnya sebuah paradigma baru pentingnya pelibatan pihak lain
(stakeholders) dalam proses pengambilan keputusan.
Perubahan permasalahan dan konstelasi
dalam pembangunan perkotaan ini berdampak terhadap perencanaan yang lebih baik
yang adaptif terhadap perubahan. Ini jelas membutuhkan keahlian dalam bidang
perencanaan yang memadai. Di Indonesia keberadaan perencana ini masih menjadi
kendala, karena secara kuantitas masih di bawah kebutuhan nyata.
Menyadari semakin meningkatnya
kebutuhan terhadap tenaga perencana pembangunan wilayah dan kota akibat
pertumbuhan ekonomi dan proses pembangunan nasional, mendorong staf pengajar di
Program Studi (PS) Arsitektur, Fakultas Teknik-UNDIP yang sering terlibat dalam
kegiatan perencanaan untuk membuka PS Perencanaan Wilayah dan Kota (Planologi).
Melalui serangkaian proses yang panjang, akhirnya pada tanggal 18 Maret 1992 SK
Dirjen Dikti Nomor 43/DIKTI/KEP/1992 turun sebagai landasan berdiri dan
beroperasinya Program Studi (S1) Perencanaan Wilayah dan Kota (PS S1 PWK) di
bawah Fakultas Teknik-UNDIP. Mahasiswa angkatan pertama diterima pada bulan
September 1992 yaitu sebanyak 33 orang. Setelah menghasilkan lulusan angkatan
pertama, Program Studi ini kemudian berkembang menjadi Jurusan Teknik
Perencanaan Wilayah dan Kota pada tahun 1999, dengan SK Dirjen Dikti Nomor
79/DIKTI/KEP/1999.
Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota UNDIP pada saat pendiriannya tahun
1992, merupakan Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota yang kedua setelah
ITB di lingkungan Perguruan Tinggi Negeri Indonesia. Saat ini, Jurusan
Perencanaan Wilayah dan Kota UNDIP telah memperoleh Akreditasi A berdasarkan
keputusan Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi No.
033/BAN-PT/Ak-X/S1/I/2008.