KAWASAN permukiman bersejarah yang lengkap dan unik di Kota Semarang,
seperti Kauman, Kampung Melayu, Pecinan, dan kawasan Kota Lama yang juga
dikenal dengan sebutan Little Netherland terancam punah. Pasalnya, selain
kurang perawatan, kawasan itu tergusur oleh kepentingan ekonomi yang lebih mendominasi. Di setiap kawasan pemukiman itu memiliki karakteristik masyarakat dan
arsitektur bangunan yang khas. Misalnya saja di sepanjang Jalan Plampitan.
Kampung-kampung kecil seperti Kampung Plampitan, Kebonsari, Malang, Ayam,
Bokoran juga memiliki sejarah nan eksotis. Bahkan, saat Soetrisno Suharto masih menjabat sebagai Wali Kota Semarang,
ia berupaya mencari bentuk arsitektur atau rumah asli Semarang.
Sebagai bagian dari subkultur Jawa, Semarang diyakini memiliki keunikan
atau jati diri yang diharapkan tidak akan hancur begitu saja. Dan, salah
satunya adalah arsitektur asli Semarangan. Pakar arsitektur, almarhum Eko Budihardjo pernah menuturkan, arsitektur
pesisiran seperti halnya Semarang memang tidak terlalu impresif. Berbeda dari
arsitektur daerah selatan. Ciri umum arsitektur pesisiran adalah suasananya
yang lebih egaliter. Berbeda dari ciri selatan yang lebih aristokratis, berlandaskan filosofi
feodalisme. Jika rumah akan diperluas, ekspansinya akan menyamping ke kiri atau ke kanan,
bukan ke depan. Muhammad Ridwan (70), sesepuh Kampung Kebonsari, Kelurahan Bangunharjo,
Kecamatan Semarang Tengah, mengisahkan kampung yang ia tinggali tepat di
samping kanan Hotel Plampitan menyimpan sejarah tentang rumah khas Semarangan.
Masih Asli
Salah satunya rumah yang kini dihuni Muji Hartini (50) maupun Khusnun
(51). Jendela, pintu, kusen, dari kayu jati, ukiran besi hingga plafon yang
masih asli itu masih tetap dirawat keasliannya. Bahkan cermin kaca dengan
pigura kayu jati pun masih terpajang di ruang tamu. Muji maupun Khusnun sejak
dulu juga tidak pernah merubah warna cat maupun bentuk, kecuali jika terjadi
kerusakan. ‘’Bagi saya, keaslian rumah Semarangan ya seperti itu. Kalau secara
arsitektur, saya sendiri tidak tahu ilmunya. Tetapi yang jelas, keunikan khas rumah
kuno di Semarang harus dipertahankan sebagai kekayaan budaya,’’ ujarnya. Dari berbagai sumber menyebutkan, rumah khas Semarang terdiri atas dua
lokal bangunan yang memanjang, depan belakang dihubungkan dengan semacam
koridor terbuka. Dilihat dari tipe dan morfologinya, sulit diidentitikasi
bagian mana bangunan induk, atau barangkali dua-duanya memang induk. Di atas pintu ruang tengah, ada kisi-kisi berhiaskan anak panah dari
delapan penjuru berpusat di daun teratai di tengah.