Napak Tilas bersama Komunitas Lopen
Peta Jaringan Trem Kota Semarang tahun 1913 |
PADA akhir abad ke-19, Kota Semarang berkembang menjadi kota berbasis
perdagangan dan jasa yang terkemuka di Hindia Belanda. Masyarakat pun
berbondong-bondong datang ke Semarang untuk mencari peruntungan. Arus urbanisasi yang besar, membuat Semarang semakin padat penduduknya.
Kebutuhan transportasi terpadu pun mutlak dibutuhkan untuk melayani
masyarakatnya. Dan, kebutuhan transportasi pun dijawab oleh NV Semarang-Joana Stoomtram
Maatschappij atau disingkat SJS pada 1881 yang dipimpin Mr HMA Baron van Der
Goes van Dirxland. Baron mendapatkan izin konsesi pengembangan jaringan kereta api dari
Pemerintah Kolonial Belanda melalui Besluit van den Gouverneur No 5 tertanggal
18 Maret 1881. Beberapa waktu kemudian, jalur trem uap dibangun dan secara
resmi beroperasi pada 1 Desember 1881 melintasi jalur Jurnatan hingga Jomblang
sepanjang 4,4 kilometer. Pada 12 Maret 1883, kembali dibuka jalur trem dari Jurnatan ke Pasar Bulu
dan dari Jurnatan ke Stasiun NIS Semarang. Kemudian disusul pada 2 Juli 1883,
Jurnatan ke Pelabuhan dan pada 4 November 1899, dari Pasar Bulu ke Banjir Kanal
Barat. Untuk mengenang kembali jalur trem yang pernah jaya di Kota Semarang,
kemarin, Komunitas Lopen bekerja sama dengan BRT Trans Semarang menggelar
Telusur Jalur Trem. Setelah berkumpul di depan Mc Donald Java Mall, para
peserta langsung menuju halte BRT.
Susuri Jalur
”Karena, selidik punya selidik, jalur-jalur BRT Trans Semarang ini ada
kemiripan jalur jaringan trem masa lalu. Bahkan letak halte BRT Trans Semarang
yang berada di Jomblang ini letaknya persis di tapak dimana dahulu, Stasiun
Djomblang, stasiun ujung jaringan trem yang kearah selatan berada,” tutur
Koordinator Komunitas Lopen, Muhammad Yogi Fajri. Peserta pun diajak menumpang BRT Trans Semarang ke halte Bubakan dan
mengamati tapak bekas stasiun sentral Jurnatan, stasiun pusat jaringan trem di
Kota Semarang. Walaupun stasiun telah lenyap, penanda bahwa di tapak ini pernah
berdiri sebuah stasiun masih dapat dilihat, yakni sebuah tiang telegram yang
merupakan pelengkap sarana komunikasi antarstasiun. Setelah dari stasiun Jurnatan peserta melanjutkan perjalanannya dengan
berjalan kaki ke bekas kantor Semarang Joana Stoomtram Maatschappij (SJS)
operator jaringan trem di Kota Semarang yang terletak di Pengapon. Para peserta mengamati bekas kantor dan depo yang telah tenggelam dilumat
ganasnya fenomena penurunan tanah di kawasan pesisir. ”Sebenarnya stasiun ujung jaringan trem yang kearah barat berada di
pinggir Banjir Kanal Barat, tepatnya di dekat Pasar Kokrosono,” ujar Yogi.