ilustrasi |
SEMARANG - Pemkot Semarang menjajaki pengembangan moda transportasi monorel
dalam lima tahun ke depan menyusul adanya pernyataan minat dari sejumlah
investor. Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi mengatakan potensi realisasi
pengembangan sarana transportasi berbasis rel tersebut sangat terbuka di
wilayahnya. Pasalnya, dia menuturkan perkembangan kota membutuhkan penyediaan
sarana transportasi massal guna mendukung bus rapid transit (BRT)
yang selama ini sudah beroperasi. Dia mengungkapkan sejumlah investor sudah menyatakan minat untuk
mengembangkan sarana transportasi baru di Kota Semarang. Menurutnya, di antara
sejumlah pilihan moda, monorel menjadi pilihan mereka. “Mereka bertanya soal peluang yang ada di Semarang dan saya sebutkan
salah satunya transportasi, misalnya monorel atau yang lain. Mereka tertarik
dengan itu,” katanya kepada Bisnis baru-baru ini. Meskipun begitu, Hendrar menuturkan penyediaan moda transportasi tersebut
tidak dapat direalisasikan dalam waktu dekat. Dia menuturkan konsep moda
transportasi itu mesti dimasukkan dalam rencana pengembangan jangkan menengah
daerah (RPJMD) Kota Semarang. Dengan begitu, jelasnya, pembangunannya dapat diwujudkan dalam lima tahun
ke depan.
“Pengembangan monorel sangat memungkinkan, tapi ini kita sinkronkan
dahulu dengan rencana pembangunan jangka menengah kita,” tegasnya. Sebelumnya, Ketua DPRD Kota Semarang Supriyadi mengatakan realisasi
pembangunan monorel akan menjawab kekhawatiran masyarakat dengan
peningakatan trafik selama ini. “Kekhawatiran itu akan dijawab kalau dibangun monorel, sebelum kemacetan
parah,” jelasnya. Namun, Supriyadi meyakini pengembangan tidak dapat direalisasikan dalam
waktu dekat. Pasalnya, penyediaan sarana tersebut mengharuskan proses
perencanaan yang matang dan panjang, serta komitmen kerjasama yang tepat dengan
para investor. Karena itu, sambungnya, dalam waktu dekat pihak legislatif terus
mendorong peningkatan infrastruktur dan layanan BRT dalam waktu dekat. “Tidak
mungkin di periode ini. Kan nanti ada proses-prose kerjasama yang
dilalui dulu,” ungkapnya.
Sementara itu, Pengamat transportasi dari Unika Soegijapranata Djoko
Setijowarno mengatakan keberadaan moda transportasi massal,
seperti monorel, juga dibutuhkan Kota Semarang sebagai proyek jangka
panjang. Namun, dia berharap pemkot lebih memilih pengembangan LRT atau light
rail transit. “Monorel itu untuk transportasi wisata, kapasitasnya kecil, lebih
baik LRT dengan kapasias lebih besar,” katanya. Pasalnya, dia menilai Kota Semarang terhitung sudah terlambat untuk
mengembangkan transportasi massal menyusul peningkatan trafik yang signifikan.
Kondisi itu, jelasnya, nampak pada peningkatan jumlah kendaraan pribadi yang
berbanding terbalik dengan upaya penyediaan transportasi publik. Penyelenggaraan bus rapid transit (BRT) di Kota Semarang, kata
Djoko, menjadi contoh ketidakseriusan itu. “Kalau serius, langsung besar-besaran dan menjangkau semua kawasan
perumahan. Sekarang saja ada birokrat yang tidak mau ada halte di koridor
kantornya. Itu hanya ada di sini,” sebutnya. Untuk itu, Djoko berharap pemkot berfokus pada peningkatan layanan BRT
guna mendukung aksesibilitas masyarakat Semarang.
ConversionConversion EmoticonEmoticon