.

Pohon Bidara di Kampung Pekojan

Berusia 100 Tahun Lebih, Dipercaya Obati Segala Penyakit


POHON yang diperkirakan berusia 100 tahun lebih dan tumbuh di depan Masjid Jami’ Pekojan itu dipercaya oleh masyarakat mampu mengobati berbagai jenis penyakit, seperti diare, kencing manis, usus buntu, memperkuat fungsi hati dan empedu, meningkatkan nafsu makan, dan mengobati malaria. Masyarakat pun sering memanfaatkan daunnya untuk memandikan jenazah, memandikan orang yang baru masuk Islam ataupun mandi besar kaum perempuan setelah datang bulan. Berikut laporannya. Bagi masyarakat yang datang ke Masjid Jami’ Pekojan mungkin tidak banyak yang mengerti nama sebuah pohon yang tumbuh di samping kiri pintu gerbang sisi selatan masjid itu. Pohon bidara atau ziziphus mauritiana dengan diameter sekitar 30 cm dan tinggi kurang dari 20 meter itu telah dikenal sejak lama di seluruh belahan dunia.
Di Indonesia dikenal dengan nama bidara, dan memiliki banyak manfaat baik dari daun yang berbentuk lonjong, buah maupun umbinya. Buah bidara dengan bentuk mirip apel tapi berukuran lebih kecil itu kaya akan kandungan vitamin C yang lebih tinggi daripada apel dan jeruk. Sementara bunga bidara menjadi sumber nektar bagi lebah, dan kayu bidara dapat digunakan dalam beberapa furnitur kayu. Sebagai tanaman obat bidara banyak diolah sebagai obat herbal dalam bentuk ekstrak.
Sesepuh Kampung Pekojan, Kelurahan Purwodinatan, Kecamatan Semarang Tengah KH Idris Muhammad (72) menuturkan, sejak kecil tanaman yang ada di sisi selatan masjid itu telah tumbuh. Oleh masyarakat sekitar, daun bidara yang dicampur dengan air tersebut sering digunakan untuk memandikan jenazah. ’’Anak kecil yang terkena cacingan, diberi buah bidara pun bisa sembuh. Bahkan untuk penyakit lain. Jadi tidak heran, dari mulut ke mulut, warga baik dari Semarang ataupun luar daerah sering datang ke sini untuk meminta buah atau daunnya,’’ papar Imam Besar Masjid Jami’ Pekojan, saat ditemui baru-baru ini. Menurut warga Jl Petolongan No 1 RT 1 RW 4 itu, karena dianggap mujarab, tidak sedikit masyarakat yang ingin membuat bibit dengan cara mencangkok. Namun ketika dibawa pulang ke rumah dan ditanam, pohon itu tidak tumbuh. ’’Pak Wali Kota H Soemarmo saja pernah datang dan mencangkok pohon itu, tapi saat ditanam kembali tidak bisa tumbuh,’’ tandas bapak tujuh putra dan 22 cucu itu.

Dibudidayakan
Pengurus Perhimpunan Pengobatan Tradisional Indonesia Dokter Budi Laksono MHSc menjelaskan, pohon bidara banyak digunakan sebagai ramuan herbal untuk mengobati beragam penyakit dan mampu memberikan efek untuk melancarkan metabolisme tubuh. ’’Meski dosisnya kurang dan tidak sedrastis obat kimia, dalam istilah medis, pohon itu menjadi komplemen alternatif. Dari pengalaman selama ini, buah bidara mampu melemahkan lantus perkembangan sel kanker dan memiliki daya antiseptik ringan. Untuk penyakit tipes, buah bidara juga bisa menjadi pembunuh kuman,’’ papar dosen Fakultas Kedokteran Undip itu, kemarin. KH Idris menambahkan, sebagai salah satu keunikan di Kampung Pekojan, pohon yang tumbuh di atas makam keluarga Nyai Syarifah Fatimah, para pengurus masjid pun berupaya membudidayakan tanaman itu di sebelah timur masjid. ’’Alhamdulillah, sekarang sudah mulai tumbuh besar. Semoga nanti bisa berkembang dan bermanfaat,’’ harapnya.
Sebagai daerah yang dahulu dihuni oleh para pedagang dari Gujarat, keunikan dalam budaya, bangunan, kesenian, dan makanan pun hingga kini terus bersama dilestarikan. Seperti bubur Ramadan, seni rebana, nasi kebuli, dan Masjid Jami’ Pekojan. ’’Saya dan sesepuh kampung heran, mengapa masyarakat menyebut bubur yang disajikan pada saat Ramadan dengan sebutan bubur india. Padahal kami tidak memberinya nama itu, hanya bubur,’’ tandas alumnus Pondok Pesantren Raudlatul Ulum, Guyangan, Pati itu. Tak hanya bubur, nasi kebuli yang masih ditemui saat warga menyelenggarakan pernikahan atau hajat lainnya dikenal memiliki rasa yang khas dan disukai oleh warga di luar daerah. Seni rebana yang turun temurun masih dilestarikan untuk mendukung upacara pernikahan maupun rutin digelar saat Maulid Nabi yang diwadahi dalam Persatuan Majelis Muslimin (PMM). ’’Khusus rebana, kita lestarikan guna membatasi para generasi muda agar tidak teracuni budaya-budaya barat yang tidak layak ditiru,’’ harapnya. 

Formulir Kontak

Name

Email *

Message *