.

Buku Kota Lama Semarang Diluncurkan


image
PAPARKAN BUKU: Rafael Soenarto memaparkan tentang isi bukunya yang dibedah di Ruang Theater Thomas Aquinas Universitas Katholik Soegijapranata, Jumat (2/11). (suaramerdeka.com/Zakki Amali)
SEMARANG, suaramerdeka.com -Kisah dan sejarah Kota Lama Semarang terus didokumentasikan dari berbagai sumber dan sisi. Wilayah dengan julukan Little Nederland (Belanda Kecil) ini menyisakan banyak tata ruang dan bangunan yang masih asli. Namun, sebagian bangunan seperti benteng De Vijfhoek sulit ditemukan lagi.
Buku karangan LMF Purwanto dan R Soenarto itu berjudul "Menapak Jejak-Jejak Sejarah Kota Lama Semarang" (2012) berisi tentang sejarah yang melingkupi tempat-tempat dari Jalan-Jalan Kota Lama Semarang pada Abad 17 sampai Abad 19 dan dari Jaman VOC sampai Gemente Van Semarang.
"Buku ini sudah tertunda penerbitannya sampai empat tahun," kata Soenarto, dalam bedah buku di Ruang Theater Thomas Aquinas Universitas Katolik Soegijapranata, Jumat (2/11).
Pengurus Badan Pengelola Kawasan Kota Lama ini, menguraikan tentang sejarah penguasaan Semarang oleh VOC, lambang kuno Semarang, hingga pergantian nama jalan-jalan di Semarang. "Banyak nama jalan berbahasa Belanda jadi nama dengan bahasa Indonesia, seperti jalan Kloostersstraat menjadi Jalan Ronggowarsito," ujarnya yang juga Asisten Direktur Bidang Pengembangan Teknologi Suara Merdeka Group ini.
Buku dengan tebal halaman 186 ini menyajikan juga tulisan LMP Purwanto sebanyak 40 halaman. Guru Besar Arsitektur Unika Soegijapranata ini menitikberatkan kajiannya pada fisika bangunan. Ia menyoroti perkembangan era arsitektur Belanda di Semarang yang antara lain ditemukan adanya pengabaian faktor iklim pada bangunan kolonial di Semarang.
"Pengabaian terlihat dari adanya tembok tebal terbuat sebagian dari batu. Di Belanda tembok tersebut berfungsi untuk menghangatkan karena punya musim salju. Kalau di Semarang dengan iklim tropis di buat justru membuat iklim ruangan semakin panas," katanya dalam acara memeringati Dies Natalis Arsitektur Unika ke-45 ini.
Pembedah buku dari Universitas Katholik Petra Surabaya, Ir Lukito Kartono, menduga adanya pengabaian tersebut karena arsitektur yang membuat bangunan merupakan anak muda yang baru lulus dari sekolah arsitektur di Belanda. Sehingga potensi kesalahan yang dimunculkan besar.
"Belanda punya kebijakan pada negara jajahannya diberi arsitektur fresh graduate. Jadi biar negara jajahan yang merasakan kesalahan-kesalannya. Sementara arsitek senior tetap di Belanda," ujarnya.

Formulir Kontak

Name

Email *

Message *