Dulu Belantara, Kini Metropolitan
KOTA Semarang menyimpan sejarah panjang. Bahkan, hampir seluruh daerah di
Kota Atlas ini memiliki keunikan tersendiri. Nama-nama kampung atau kawasan
menjadi cerita khas yang tidak boleh terlupakan. Karena memiliki keterkaitan
dengan sejarah yang membentuknya.
Mbah Alian
Kecamatan Ngaliyan, yang masuk wilayah Semarang bagian barat pun, konon
penamaannya dinisbatkan kepada seorang tokoh yang babat alas (bubak) Ngaliyan.
Menurut penuturan warga Perumahan Wahyu Utomo RT 2 RW 4 Kelurahan Tambakaji,
Kecamatan Ngaliyan, Suparto (56), nama Ngaliyan ada hubungannya dengan nama
Alian. ’’Dulu sekali, Ngaliyan ini merupakan hutan belantara. Yang pertama kali
babat alas namanya Alian, atau dikenal dengan Mbah Alian,’’ tutur Suparto,
kemarin. Meski tidak tahu persis kapan Mbah Alian membuka wilayah, menurut cerita
orang tua dulu, Mbah Alian pertama kali membuka wilayah yang sekarang masuk
Kecamatan Ngaliyan sebelah selatan dan barat.
Hal itu dibuktikan dengan adanya Petilasan Mbah Alian yang terdapat di
Perumahan Wahyu Utomo RT 2 RW 4 Kelurahan Tambakaji, Kecamatan Ngaliyan. Petilasan berbentuk seperti makam berbentuk kotak itu masih utuh dirawat warga
dan di sekelilingnya menjadi tempat untuk menanam tanaman berupa obat-obatan
oleh ibu-ibu PKK. Ada pula sumur yang konon tak pernah kering di RT 02. Bagian
kanan dan kiri petilasan terdapat rumah-rumah besar. Persis di depan petilasan, terdapat sungai yang mengalir ke Kali
Beringin. Menurut cerita para sesepuh, Mbah Alian merupakan seorang ulama yang
taat beribadah. Dia membuat tempat tinggal persis di dekat sungai agar mudah mengambil
air untuk bersuci. ’’Kalau kita melihat sejarah kebanyakan ulama-ulama besar
atau tokoh seperti Walisongo, selalu mempunyai tempat tinggal yang dekat dengan
sumber air. Mungkin karena dalam bergerilya menyebarkan agama Islam,
memilih tempat yang dekat dengan air untuk mempermudah beribadah,’’ katanya.
Kerajaan Cirebon
Pada 2009, koran kampus IAIN Walisongo Metro pernah meneliti sejarah nama
Kecamatan Ngaliyan. Hasilnya tidak jauh berbeda, nama Ngaliyan diambil dari
nama Mbah Alian. Petilasan itulah yang menjadi bukti bahwa Mbah Alian orang
yang membuka hutan yang sekarang menjadi kota yang menuju metropolitan itu. ’’Mbah Alian masih mempunyai hubungan kekerabatan dengan Keraton Cirebon.
Beliau kabarnya keturunan Arab-Tiongkok,’’ ujar sesepuh, Wahyu Utomo, Tarmo. Mbah Alian pertama-tama mengembara mulai dari Ponorogo, Jawa Timur hingga
Cirebon, Jawa Barat dengan menunggang kuda. Karena itu, katanya, ada delapan
tempat yang namanya sama, Ngaliyan. Tempat tersebut tersebar di pulau Jawa,
mulai dari timur sampai barat. ’’Nama Ngaliyan ada di Ponorogo, Pasuruan, Salatiga, Boja, Semarang
Barat, Batang, Tegal dan Cirebon. Saya pernah mendatangi dan membuktikan
sendiri bahwa tempat-tempat yang bernama Ngaliyan tersebut ada. Kecuali salah
satu tempat di Cirebon yang belum sempat saya datangi. Sampai sekarang juga
belum diketahui secara pasti nasab beliau dan haulnya kapan. Jelasnya beliau
dimakamkan di Cirebon,’’ ujarnya.
Kini, Ngaliyan menjadi metropolitan baru di Kota Semarang. Selain berdiri
kampus UIN Walisongo dan Akademi Ilmu Statistik (AIS) Muhammadiyah, di Ngaliyan
juga berdiri ratusan toko, swalayan, perumahan kelas bawah hingga menengah ke
atas, rumah sakit, lembaga pemasyarakatan, sekolahan, pasar tradisional, pondok
pesantren, minimarket, dan objek wisata. Kecamatan Ngaliyan yang memiliki 10 kelurahan dan berada di perbukitan
itu dahulu juga dikenal sebagai sentra produksi jambu biji (klutuk). Hampir
seluruh area pertanian di sana merupakan kebun jambu. Namun, seiring dengan
perkembangan zaman, area kebun jambu itu sebagian besar telah beralih fungsi
menjadi perumahan
ConversionConversion EmoticonEmoticon