Kampung Nelayan Tambak Lorok (panoramio.com) |
KAMPUNG Tambaklorok di wilayah Kelurahan Tanjungmas, Kecamatan Semarang
Utara lama dikenal sebagai perkampungan nelayan di Kota Semarang. Kampung yang
kini dihuni 13.500 jiwa, yang 70 persennya bekerja sebagai nelayan itu,
akhir-akhir ini mendapat perhatian dari pemerintah maupun swasta. Pembangunan infrastruktur juga mulai dilakukan, seperti peningkatan
jalan, pembangunan rumah layak huni, perbaikan drainase hingga pembuatan sabuk
pantai. Tujuannya, agar kampung itu terhindar dari abrasi dan aman dari
gempuran gelombang laut Jawa. Saat Suara Merdeka menyusuri kampung itu dari Jalan Arteri Yos Sudarso,
Rabu (10/12) siang, tidak ada gapura atau papan nama kampung. Sejumlah pekerja
tampak sedang membuat akses jalan masuk kampung di tepi Kali Banger itu agar
lebih lebar. Jalan berpaving pun penuh debu. Memasuki pasar ikan Tambaklorok,
sejumlah pedagang terlihat sibuk melayani pembeli. Di sisi lain, puluhan ekor kambing juga tampak berkeliaran di tengah
pasar. Beberapa orang terlihat berteduh di teras rumah penduduk. Sesepuh
Kampung Tambaklorok, Khozin (65) menuturkan, sebelum padat penduduk, kawasan
Tambaklorok merupakan padang rumput dan ilalang. Jalan kampung juga belum ada. Mulai 1950-an, muncul beberapa rumah welit
(rumah dengan atap daun kelapa). ”Rumah welit itu pun jumlahnya kurang dari 10
buah dan dihuni oleh beberapa nelayan yang mulanya menjadi penghuni kampung
ini. Saya sendiri mulai tinggal di sini (Tambaklorok-Red) setelah peristiwa
Gestapu 1965. Saya datang dari Pecangaan Jepara, dan saat itu masih lajang.
Warga disini kebanyakan juga datang dari Wedung, Betahwalang, dan Bungo. Mulai
ramai, sekitar 1975 dan mayoritas nelayan,” tutur bapak delapan anak dan enam
cucu itu, kemarin.
Terus Bertambah
Apalagi, setelah Pemerintah Provinsi Jawa Tengah menetapkan kawasan
Tambaklorok sebagai kawasan pemukiman pada 2000 dan memberikan hak atas
penggunaan tanah Pelabuhan Tanjung Emas kepada warga. Warga di kampung itu pun
terus bertambah. Akan tetapi, menurut Khozin, karena berada di tepi pantai, rob
pun menjadi bencana langganan. ”Saya sendiri telah meninggikan rumah sampai dua
kali. Mungkin satu meteran lebih,” katanya. Lurah Tanjung Mas, Mardiyono, saat ditemui di kantornya Jalan Ronggowarsito
Nomor 54, juga menjelaskan, Kampung Tambaklorok, sebelum pemekaran wilayah Kota
Semarang merupakan wilayah Kabupaten Demak. Kampung dengan jumlah penduduk
13.500-an jiwa dan terbagi dalam lima rukun warga (RW) dan 34 rukun tetangga
(RT) itu mayoritas penduduknya bekerja sebagai nelayan. ”Pada Orde Baru, kampung itu masuk program Inpres Desa Tertinggal (IDT).
Ketika gelombang tinggi dan pemerintah melarang nelayan melaut, mereka
benarbenar miskin tidak memiliki pendapatan. Sampai sekarang, juga beberapa warga
masih berstatus miskin dan rawan miskin,” jelasnya.
Paska kunjungan Presiden Joko Widodo, sebagai satu-satunya kampung nelayan
terbesar di Kota Semarang itu oleh Pemerintah Kota Semarang telah dirintis
menjadi Kampung Wisata Bahari mulai 2015 mendatang. ”Pengunjung dapat menikmati
wisata memancing, menyewa kapal atau perahu, dan membakar ikan. Masyarakat kami
harapkan akan lebih sejahtera,” harapnya.
ConversionConversion EmoticonEmoticon