MASJID di daerah Jatisari, Kelurahan Pongangan, Gunungpati, Semarang,
itu terpencil. Selain sebuah kandang kambing, tak ada bangunan lain yang
berdiri di sekitarnya. Permukiman terdekat berjarak sekitar 200 meter. Itu pun
hanya empat rumah yang berderet menyamping. Bangunan masjid dikelilingi hamparan semak belukar. Dilihat dari kejauhan yang
tampak bagian atapnya saja. Dari kondisinya yang tak terawat, sepertinya rumah
ibadah itu sudah lama tak digunakan. Dindingnya penuh corat-coret. Lantainya
yang berupa plesteran semen sangat kotor, banyak berserak butir-butir kotoran
kambing. Selain letaknya yang terpencil, sejumlah fakta menarik lain terjumpai di
masjid itu. Pertama, terkait kondisi bangunan. Meski tak lagi digunakan dan
lokasinya jauh dari permukiman, kondisi bangunan masjid relatif utuh. Padahal
kalau dipikir-pikir, bagian tertentu dari bangunan itu bisa ditukar dengan
uang. Dua lembar daun pintu memang terlepas, namun tetap teronggok di dalam
masjid. Fakta kedua, berhubungan dengan konstruksi bangunan. Kalau diperhatikan lebih
saksama, struktur bangunan masjid itu terlihat janggal. Tulang-tulang beton
vertikal penguat dindingnya miring, namun semua kusen pintu dan jendela tegak
lurus. Hal itu menimbulkan kesan tembok masjid lentur menyerupai karet. Fakta ketiga— ini yang paling mencengangkan— masjid itu bisa berjalan! Ya,
menurut penuturan warga sekitar, bangunan masjid saat ini telah bergeser
sekitar enam meter dari posisi awal. Hal itu dapat dibuktikan dari letaknya
yang telah menerjang jalan. Tanpa penjelasan memadai, fakta-fakta itu membuat kita menjadi penasaran.
Mengapa bangunan masjid didirikan di tempat terpencil? Mengapa komponennya
tetap utuh? Mengapa struktur bangunannya terlihat janggal? Mengapa pula ia bisa
berjalan? Adalah Purwadi Thohir (53), warga sekitar yang bisa memberi
penjelasan.
Longsor
Saat dibangun pada 1996, kata Purwadi, masjid itu berada di tengah
permukiman, yakni Kampung Jatisari RT 3 dan RT 4 RW 5, Kelurahan Pongangan.
Kampung tersebut merupakan tempat relokasi warga Jl Kokrosono Semarang Barat.
Baru dua tahun ditempati, terjadi longsor. Bangunan masjid bergerak dan ambles,
sedangkan 20 rumah warga rusak parah. Rumah-rumah itu dipindah, namun bangunan masjid yang miring dipertahankan. Agar
tetap bisa dipakai untuk shalat berjamaah, masjid diperbaiki. Kusen-kusen pintu
dan jendela dibongkar untuk kemudian diluruskan. Pelurusan juga dilakukan pada
bagian lantai dan atap. Itulah yang menyebabkan struktur bangunan masjid jadi
terlihat janggal. Tahun 2001, longsor kembali terjadi. Karena lebih parah, seluruh rumah yang ada
di kampung itu direlokasi. Adapun bangunan masjid yang masih dalam proses
perbaikan tak ikut dipindah. Jadilah sekarang ini bangunan masjid terpencil di
bekas lahan kampung yang telah ditumbuhi semak belukar. Lantas kenapa bangunannya masih utuh? Kata Purwadi, tak lama setelah Kampung
Jatisari direlokasi, material masjid sempat dijarah. Dua buah daun pintu raib.
Namun entah mengapa, beberapa waktu kemudian orang yang mengambil daun pintu
itu mengembalikannya. ”Apa merasa berdosa karena mengambil barang milik masjid,
atau ada yang ngimpeni, saya ndak tahu,” ujar Purwadi.