Koesoebiyono Awali Pembangunan Kota
|
Kantor Walikota Semarang di Jalan Pemuda (skyscrapercity.com) |
SETELAH Kemerdekan negeri ini, pemerintahan di Kota Semarang ternyata
belum bisa banyak bergerak. Situs resmi Pemkot, menyebut, pada kurun 1945-1946,
Semarang masih bergejolak karena masih bercokolnya kekuatan Belanda, Inggris,
dan Jepang secara bergantian. Pada saat itu, bisa dikatakan sistem
pemerintahan belum lancar. Sementara, SA Rohim Herry, penyusun buku tentang
Semarang pada 1976 menulis, pada 19 agustus 1945, wakil Residen Semarang (fuku
syuutyookan) Mr Wongsonegoro, ambil alih kekuasaan pemerintahan dari tangan
Jepang di Kota Semarang. Karesidenan Semarang dinyatakan berdiri pada saat
itu. Pada 10 Oktober tahun itu, terbit Peraturan Pemerintah Daerah Semarang No
1 yang menegaskan, pendirian pemerintahan tersebut. Namun, mulai 18
November – hingga 27 Desember 1949, Semarang diduduki Belanda lagi.
Akibatnya, pengadaan pemerintah daerah dibatalkan. Yang ada saat itu, hanya
jawatan pekerjaan umum.
Sementara, buku bertajuk Semarang yang disusun 1958 oleh Soekirno (kepala
Jawatan Penerangan Kota Besar Semarang saat itu) menyebut, pemerintahan
Semarang dijalankan dari luar daerah seperti Purwodadi, Gubug, Kedungjati,
Salatiga, hingga Yogyakarta. Ada tiga nama yang disebut menjadi pemimpin
pemerintahan yakni R Patah, R Prawoto Soedibio, dan Mr Ichsan. Setelah
soevereiniteitsoverdracht (penyerahan kedaulatan) ditandatangani di Amsterdam
pada 1949, kondisi pemerintahan membaik. Pernah muncul nama Slamet Tirtosubroto
sebagai wali kota sementara. Namun, tidak diketahui perannya.
Awal Pembangunan
Komandan KMKB (Komando Militer Kota Besar), Mayor Sukardi, kemudian
mengambil alih kekuasaan pada Februari 1950 untuk kemudian diserahkan pada Mr
Koesobiyono Hadinoto, pada April tahun berikutnya. Dia adalah pegawai tinggi
Kementerian Dalam Negeri di Yogyakarta dan bertugas menyusun kembali aparat
pemerintahan agar kembali lancar. Koesoebiyono yang bertugas bersama Dewan
Pemerintahan Daerah Sementara berperan mengadakan persiapan, penyusunan
jawatan-jawatan dan bagian-bagian, serta mengusahakan pegawai. Tapi peran terbesar
dari Koesoebiyono bisa disebut adalah kegiatan pembangunan yang
dijalankan. Dia ditulis mengadakan penerangan jalan serta membangun
beberapa pasar, tempat pemakaman umum (TPU) Bergota, perumahan rakyat, dan Bank
Pasar. Selain itu, mengadakan proyek menutup selokan di Bojong (Jalan Pemuda),
mengadakan otobis untuk transportasi umum, dan membuka perpustakaan
negara. Entah karena apa, Koesoebiyono mengundurkan diri pada 1951. DPRD
Kota yang telah dibentuk setahun sebelumnya, kemudian mengusulkan tiga nama pada
pemerintah pusat sebagai calon pengganti. Akhirnya, yang disetujui adalah RM
Hadisoebeno Sosrowardojo dan dilantik 29 Oktober 1951. Sesuai keterangan
yang diperoleh dari buku Soekirno itu, pemilihan wali kota pada masa lalu
dipilih langsung oleh pemerintah pusat. Namun, pemerintahan daerah bisa
mengusulkan beberapa nama calon.