Tanah di Kota Semarang terutama di bagian utara mengalami penurunan tanah sekitar 7 hingga 13 centimeter setiap tahunnya. Hal itu berdasarkan penelitian dari German Intitute for Geosciences and Natural Resources bekerjasama dengan Bappeda Kota Semarang melalui Proyek Mitigation of Georisks.
Project Team Leader of Georisks Matthias Dorn mengatakan terdapat tiga hal yang mengakibatkan terjadinya land subsidence. Pertama yakni struktur tanah atau karena kondisi alam, kedua beban tanah seperti bangunan sedang yang ketiga yakni karena eksploitasi air bawah tanah (SBT) secara berlebihan. Sedangkan untuk di Kota Semarang menurutnya banyak diakibatkan karena beban bangunan dan pengambilan ABT yang berlebihan.
“Penurunan bawah tanah ini kalau tidak ada pencegahan dan tidak diketahui bisa merugikan masyarakat karena gedung-gedung akan mudah rusak dan lingkungan yang semakin buruk. Sebab itu perlu dilakukan penanganan dengan baik,” ujarnya.
Terkait hal itu telah dipasang 4 alat pengukur penurunan tanah atau benchmark di berbagai wilayah di Kota Semarang. Penelitian terkait penurunan tanah ini ungkapnya sangat penting untuk dijadikan acuan dalam menata kota baik berdasarkan pembangunan gedung ataupun peraturan terkait pengambilan air bawah tanah.
Terkait kondisi tersebut ia merekomendasikan agar melalui hasil perhitungan amblesan akan dipadukan dengan proses penataan ruang agar mampu meningkatkan berbagai kegiatan secara optimal di kawasan yang terkena amblesan. Selain itu juga mengganti penggunaan air bawah tanah dengan air permukaan.
Lihat sumer disini