Gedung SD 02 Sampangan Hancur Tak Tersisa
Talut Sungai Banjirkanal Barat jebol pada awal 1990 telah
memporakporandakan permukiman, perkantoran, gedung sekolah, dan menewaskan
warga Sampangan, Kecamatan Gajahmungkur maupun karyawan pabrik garmen di
Kelurahan Bongsari, Kecamatan Semarang Barat. Normalisasi sungai yang
membelah dua kelurahan itu telah selesai. Bagaimana kisah banjir yang
meluluhlantakkan Sampangan yang kini berdiri ratusan toko itu?
LANGIT Semarang, Kamis 25 Januari 1990 sore mulai gelap. Mendung pekat juga
terlihat dari Kelurahan Sampangan, Kecamatan Gajahmungkur. Sore itu pula, para
siswa SD 02 Sampangan yang selesai mengerjakan tes catur wulan langsung
beranjak pulang ke rumah masing-masing. Karena melihat awan yang mulai gelap, guru kelas 3 SD 02 Sampangan, Enny
Budiastuti sebelum memutuskan pulang ke rumahnya di Jalan Mahoni Perumnas
Sampangan, berbincang dengan pengawas dari Dinas Pendidikan Kota Semarang. ’’Para pengawas sempat bertanya, apakah SD ini sering tergenang banjir.
Saya pun menjawab, semoga saja tidak banjir lagi, karena sudah dibuat tanggul.
Meski begitu, kami para guru selalu memulangkan siswa lebih awal ketika mendung
pekat dan hujan deras, karena bangunan sekolah sudah tua dan rusak sebagian,’’
tutur Enny, saat ditemui di sela-sela jam istirahat, Rabu (17/4) siang.Enny pun kemudian pulang. Pada pukul 21.00 hujan turun sangat deras.
Enny, pun meminta kepada pembantunya untuk mematikan televisi. Tiba-tiba, Enny
dikejutkan suara sang pembantu yang berteriak banjir. ’’Saya pun kemudian
menyelamatkan sepeda motor agar tidak terkena air. Lalu mengajak anak-anak ke
lantai atas. Air yang datang pun terus meninggi. Tingginya sampai di Perumnas
ada sekitar 3 meter,’’ katanya. Begitu pula dengan Sulistyono (49) warga Jl Menoreh Raya No 69 RT 1 RW 4.
Bersama keluarganya, ia berupaya menyelamatkan diri dengan naik ke atas meja
ketika air secara tiba-tiba yang masuk hingga ke dalam rumahnya. ’’Ketika
keluar rumah, ternyata banjir bandang. Listrik pun mati. Pagi harinya, ketika
air sudah surut, bangkai sapi, anjing, ular, kambing tersangkut di pohon yang
ada di depan rumah. Buku-buku Pak Darmanto Jatman juga hanyut,’’ tutur
Sulistyono, yang rumahnya tepat disamping kediaman budayawan itu, kemarin.
Kaget
Di pagi yang sama, Enny Budiastuti dikagetkan dengan kabar bahwa sekolah tempat mengajar, telah roboh. Lemari, buku, bangku hanyut terbawa air hingga Jalan Lamongan Raya. ’’Tanggul yang jebol berada tidak jauh dari SD. Enam ruang kelas dan guru hancur. Banyak warga yang menemukan kursi dan meja SD. Ada yang berupaya mengembalikan, ada pula yang tidak. Saya sampai tidak bisa berpikir, ketika mendapat kabar ada siswa dan wali murid saya yang meninggal akibat banjir bandang,’’ ujar Enny sambil matanya berkaca-kaca. Setelah menghela nafas berkali-kali, Enny pun melanjutkan kisahnya. Karena gedung SD yang dibangun pada 1974 itu hancur tak tersisa, siswa-siswa ditampung di SMA Wiyata Tama sambil menunggu gedung sekolah dibangun kembali. ’’Alhamdulillah, para pembaca Suara Merdeka membantu membangun gedung, peralatan seperti tape, mesin hitung, almari dan jam. Kantor guru pun dibangun dua lantai. Untuk lantai dua, khusus untuk menyimpan arsip, agar ketika banjir lagi, terselamatkan,’’ paparnya sambil menunjukkan tulisan SDN Pegandan Bantuan Pembaca Suara Pembaca. Sebelumnya, SD 02 Sampangan bernama SD Pegandan.
Di pagi yang sama, Enny Budiastuti dikagetkan dengan kabar bahwa sekolah tempat mengajar, telah roboh. Lemari, buku, bangku hanyut terbawa air hingga Jalan Lamongan Raya. ’’Tanggul yang jebol berada tidak jauh dari SD. Enam ruang kelas dan guru hancur. Banyak warga yang menemukan kursi dan meja SD. Ada yang berupaya mengembalikan, ada pula yang tidak. Saya sampai tidak bisa berpikir, ketika mendapat kabar ada siswa dan wali murid saya yang meninggal akibat banjir bandang,’’ ujar Enny sambil matanya berkaca-kaca. Setelah menghela nafas berkali-kali, Enny pun melanjutkan kisahnya. Karena gedung SD yang dibangun pada 1974 itu hancur tak tersisa, siswa-siswa ditampung di SMA Wiyata Tama sambil menunggu gedung sekolah dibangun kembali. ’’Alhamdulillah, para pembaca Suara Merdeka membantu membangun gedung, peralatan seperti tape, mesin hitung, almari dan jam. Kantor guru pun dibangun dua lantai. Untuk lantai dua, khusus untuk menyimpan arsip, agar ketika banjir lagi, terselamatkan,’’ paparnya sambil menunjukkan tulisan SDN Pegandan Bantuan Pembaca Suara Pembaca. Sebelumnya, SD 02 Sampangan bernama SD Pegandan.
Lurah Sampangan Bambang Sri Wibowo menuturkan, jebolnya talut sungai
Banjirkanal Barat tak hanya meluluhlantakkan Kelurahan Sampangan. Akan tetapi,
juga Kelurahan Bongsari, Kecamatan Semarang Barat. ’’Banjir bandang sendiri menimpa kawasan RW 7, RW 4, RW 1 dan wilayah
Perumnas yang ada di RW 2 dan RW 3, Kelurahan Sampangan. Korban jiwa paling
parah justru menimpa karyawan pabrik garmen yang ada di Kelurahan Bongsari.
Ketika banjir datang, saat itu pintu gerbang pabrik tertutup, sehingga para
karyawan tidak bisa cepat menyelamatkan diri. Saya masih ingat betul, ketika
jenazah para karyawan dijajar di depan kantor kelurahan Bongsari,’’ ujarnya,
kemarin. Seiring waktu berjalan, proyek normalisasi Sungai Banjirkanal Barat
dengan aliran sungai yang berasal dari Kali Kreo dan Kali Kripik pun hampir
selesai. Dia pun mengupayakan, jarak tanggul dan pemukiman warga dibatasi
dengan jalan inspeksi. ’’Kami dan warga pun mulai ayem, dengan dibangunnya Waduk Jatibarang,
arus air bisa dikendalikan. Alhamdulillah, setelah normalisasi, air juga tidak
naik. Kini, Sampangan pun terus maju dengan kegiatan ekonomi masyarakat dengan
menjamurnya toko. Ada 100-an toko yang berdiri di sepanjang Jalan Menoreh Raya
dengan beragam usaha,’’ katanya.
Sumber : Banjir Bandang Sampangan 1990