NAMA Tugu Suharto amat populer bagi masyarakat Kota Semarang. Seiring
perjalanan waktu, tempat yang biasa digunakan lelaku kungkum masyarakat pada
malam pergantian tahun baru Jawa, 1 Sura di kawasan pertemuan (tempuran) Kali
Kreo dan Kali Garang ini mulai memudar nilai-nilai kesakralannya. Bila pada era 80-an masih banyak sesepuh yang menjalankan lelaku kungkum
untuk berdoa kepada Tuhan karena suasananya tenang, kini lebih didominasi oleh
kawula muda yang hanya sekedar ikut-ikutan meramaikan suasana tanpa mengerti
makna yang sesungguhnya. ”Sekarang sudah banyak perubahan dan jauh berbeda
dengan tahun 80- an. Dulu hanya para murid Romo Diyat, guru spiritual mantan Presiden Soeharto
yang berani menginjakkan kaki dan melakukan ritual kungkum di Tugu Suharto
karena suasananya masih gelap dan wingit,” kata Sukarno (64), sesepuh RT06
RW04, Kelurahan Bendan, Dhuwur Kecamatan Gajahmungkur, Rabu (6/11). Menurut Sukarno, saat ini hanya satu dua sesepuh saja yang masih
melakukan ritual di kawasan Tugu Suharto bersama masyarakat umum yang sebagian
besar adalah anak muda. Sementara para sesepuh yang lain lebih memilih ikut
ritual di daerah Solo dan Yogyakarta karena tempat tersebut suasananya masih
tenang dan nyaman untuk semedi. ”Dulu di tempat ini masih gelap dan di kanan kiri banyak ditumbuhi
rerumputan lebat. Jadi orang biasa yang mau mendekat sudah bergidik dan takut,”
kata Sukarno yang mengaku pernah mengetahui langsung Pak Harto melakukan ritual
kejawen di Tugu Suharto.
Tak Wingit
Namun setelah adanya pembangunan normalisasi Sungai Kaligarang-Banjir
Kanal Barat oleh pemerintah, kawasan Tugu Suharto yang dulunya dipenuhi
alang-alang dan gelap, kini sudah tertata rapi dan indah. Bahkan dengan adanya
jembatan baru yang dilengkapi dengan lampu penerangan menggantikan jembatan
gantung yang rusak, lokasi yang dulunya sepi, kini banyak didatangi oleh
masyarakat. Bahkan kesan wingit yang dulu melekat di kawasan tersebut, sekarang juga
telah memudar. PPK Sungai BKB, AH Subarda menambahkan, normalisasi dan
perubahan wajah Kali Garang (Tugu Suharto) dan Banjir Kanal Barat yang sudah
ditata dengan baik tersebut ditujukan untuk merubah persepsi masyarakat tentang
sungai. ”Kami ingin masyarakat datang ke sungai bukan untuk membuang sampah tetapi
untuk rekreasi dan menikmati pemandangan. Kami ingin mengubah perilaku tersebut
secara perlahan- lahan,” katanya.
Sumber : Kesakralan Tugu Suharto Memudar