KETIKA membangun Banjirkanal Timur (1858) dan Banjirkanal Barat
(1901), tak ada maksud lain dari Pemerintah Kolonial Belanda, kecuali untuk
mengendalikan banjir di Kota Semarang. Mereka tak pernah membayangkan jika
kelak di kemudian hari terjadi pembiasan fungsi atas kanal-kanal raksasa itu. Ya, kini warga memanfaatkan bantaran Banjirkanal untuk beragam aktivitas, dari
bercocok tanam, berjualan, sampai tempat berolahraga, utamanya sepak bola. Khusus yang terakhir, puluhan lapangan kini dapat dijumpai di sepanjang kanal.
Di Banjirkanal Timur, lapangan-lapangan itu berderet mulai dari Pandean Lamper
di ujung selatan hingga Tambaklorok di ujung utara. Sementara jumlah lapangan
di Banjirkanal Barat relatif lebih sedikit. Lantaran berderet memanjang hingga
berkilo-kilo meter, bantaran Banjirkanal mendapat sebutan lapangan sepak bola
terpanjang di dunia. Tak terlampau terang, kapan Banjirkanal mulai digunakan warga untuk bermain
bola, namun yang jelas aktivitas rekreatif itu sudah berlangsung selama puluhan
tahun. Mereka ogah repot membuat lapangan sendiri, yang tentunya butuh tenaga,
waktu dan biaya besar. Warga yang tinggal di kampung-kampung sekitar kanal,
seperti Pandean Lamper, Tambakdalem, Sawahbesar, Sambirejo, Citandui,
Tirtoyoso, Pancakarya, Cimandiri, Rejosari, Citarum (Banjirkanal Timur) serta
Simongan, Gedungbatu, Puspanjolo,(Banjirkanal Barat), lebih memilih bantaran
sungai yang datar dan berumput halus. Lantaran memanfaatkan lahan yang ada, umumnya lapangan-lapangan itu ukurannya
tak proporsional. Lebarnya kurang dari ketentuan yang ditetapkan FIFA. Selain
itu, pemanfaatan lapangan di bantaran Banjirkanal juga bergantung musim. Pada
musim kemarau, tempat itu bisa dipakai leluasa, namun saat puncak musim
penghujan, aktivitas bermain bola harus dihentikan. Bukan apa-apa,
lapangan-lapangan itu tergenang oleh luapan air sungai.
Pemain Andal
Kendati demikian, bukan berarti keberadaan lapangan-lapangan itu bisa diremehkan. Dengan segala keterbatasannya, ia telah melahirkan pemain-pemain bola andal, baik berkelas regional maupun nasional. Sebut saja Restu Kartiko, Idrus Gunawan, dan M Ridwan. Restu Kartiko yang pernah menjadi stopper PSIS pada musim 1999-2000 berasal dari Kampung Batik Malang. Idrus Gunawan, meski tinggal di Mranggen, namun saat belia kerap merumput di Banjirkanal. Sedangkan M Ridwan, gelandang tim nasional saat ini, mengasah bakat alam yang dimilikinya di lapangan pinggir kali. Ketika masih kanak-kanak, lelaki asal Kampung Tambakan RT 3 RW 7 Kelurahan Kaligawe itu, bermain bersama teman-teman sebayanya.’’Sebelum masuk klub, saya suka main bola di Banjirkanal Timur. Boleh dibilang, itulah tempat yang mengenalkan saya dengan sepak bola,’’ kata M Ridwan. Ridwan kecil amat senang bermain bola. Di lapangan Banjirkanal, semua posisi pernah dilakoninya, mulai dari kiper, bek, gelandang, sayap sampai penyerang. Meski kemudian bergabung dengan SSB Tugumuda dan SSS, sesekali Ridwan masih merumput di lapangan Banjirkanal. Ia baru benar-benar meninggalkan lapangan itu, saat bergabung Puslat PSIS pada usia 17 tahun. Banjirkanal memang menyimpan potensi besar. Di sana bertebaran anak-anak dengan talenta alam, jika dibina dengan baik bisa menjadi pemain bola andal.
Kendati demikian, bukan berarti keberadaan lapangan-lapangan itu bisa diremehkan. Dengan segala keterbatasannya, ia telah melahirkan pemain-pemain bola andal, baik berkelas regional maupun nasional. Sebut saja Restu Kartiko, Idrus Gunawan, dan M Ridwan. Restu Kartiko yang pernah menjadi stopper PSIS pada musim 1999-2000 berasal dari Kampung Batik Malang. Idrus Gunawan, meski tinggal di Mranggen, namun saat belia kerap merumput di Banjirkanal. Sedangkan M Ridwan, gelandang tim nasional saat ini, mengasah bakat alam yang dimilikinya di lapangan pinggir kali. Ketika masih kanak-kanak, lelaki asal Kampung Tambakan RT 3 RW 7 Kelurahan Kaligawe itu, bermain bersama teman-teman sebayanya.’’Sebelum masuk klub, saya suka main bola di Banjirkanal Timur. Boleh dibilang, itulah tempat yang mengenalkan saya dengan sepak bola,’’ kata M Ridwan. Ridwan kecil amat senang bermain bola. Di lapangan Banjirkanal, semua posisi pernah dilakoninya, mulai dari kiper, bek, gelandang, sayap sampai penyerang. Meski kemudian bergabung dengan SSB Tugumuda dan SSS, sesekali Ridwan masih merumput di lapangan Banjirkanal. Ia baru benar-benar meninggalkan lapangan itu, saat bergabung Puslat PSIS pada usia 17 tahun. Banjirkanal memang menyimpan potensi besar. Di sana bertebaran anak-anak dengan talenta alam, jika dibina dengan baik bisa menjadi pemain bola andal.